Ternyata Ada Dua

malam ini, gw dapet tugas bikin cerpen buat radar junior. ini kali kedua gue dapat tugas yang sebenarnya super berat. masalahnya gw biasa nulis cerpen bergenre remaja-dewasa bertema cinta, kehidupan dan semacamya. sementara cerpen anak membutuhkan keahlian khusus. gw harus jadi anak-anak juga. dengan pola pikir mereka. juga bahasa mereka. dan terus terang klo menurut gw sih, belum berhasil seperti cerpen2 anak yang pernah gw baca.

Selama proses pembuatan cerpen. gw ditemani seorang guru muda. mr J he he. tapi sayang, meski biasa bergaul anak-anak. dia pun tak bisa menemukan ide yang tepat. huh,profesi guru memang tidak menjamin hehe. sepanang membuat cerpen, mr J hanya sibuk memberi dukungan. jangan lupa makan ya, sayang. pulang jangan kemalaman, nanti masuk angin. mau dipijitin nggak? bla bla bla…dan dia ngantuk duluan sebelum sempat menina bobokanku…yo wes…

Inilah hasil olah pikir ku dalam dua jam. menulis sambil digangguin mr J yang usillll…

Ternyata Ada Dua

Pagi ini, suasana hati Yuka terasa lain. Campuran antara berdebar dan rasa penasaran. Sebab, wali kelasnya akan memperkenalkan murid baru, pindahan
dari kota Semarang. Wah, seperti apa ya teman baru Yuka itu?
15 menit berlalu dari bel pertama masuk. Yang ditunggu-tunggu Yuka dan teman-teman sekelasnya pun datang juga. Bu Sukarti, wali kelas lima masuk ke dalam kelas bersama seseorang. Parasnya cantik. Badannya cukup tinggi jika dibandingkan anak-anak usia 10 tahun lainnya. Rambut sebahunya di kuncir ekor kuda. Tidak banyak aksesoris yang menempel di tubuh gadis itu. Tidak ada pita, jepit rambut, gelang, atau jam tangan. Hmmm, penampilan yang sederhana namun
tetap cantik. Yuka membatin.
“Anak-anak, seperti yang sudah ibu sampaikan kemarin, sekolah kita kedatangan murid baru. Karena pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang. Jadi, ibu persilahkan Rahma memperkenalkan diri. Ayo, nak,” Bu Sukarti menepuk lembut bahu anak itu sambil berbisik lirih.
“Assalamualaikum. Teman-teman, salam kenal. Nama saya Rahma Nur Setiyani. Biasa dipanggil Ama. Usia saya 10 tahun. Sebelumnya, saya bersekolah di SD Pelangi Semarang….” Rahma terlihat sangat lancar dan percaya diri ketika berbicara di depan kelas. Yuka diam-diam merasa kagum. Sementara itu, susana kelas SD Mentari Jakarta mulai gaduh karena banyak yang antusias mengajukan pertanyaan.
Usai acara perkenalan, Bu Sukarti menyuruh Rahma duduk di sebelah Tiur. Kebetulan jumlah murid dikelas lima berjumlah ganjil. Tiur sendiri duduk tepat di belakang Yuka.
“Hai, aku Yuka,” Yuka melambaikan tangannya pada Rahma, tak lama setelah Rahma duduk.
“Rahma, panggil saja Ama,” Ama membalas sapaan Yuka dengan tersenyum sambil mengeluarkan buku tulis dan bolpoin dari dalam tasnya. Yuka senang sekali, melihat Ama begitu ramah dan murah senyum.

***
Sebulan berlalu. Ama dan Yuka semakin akrab saja. Apalagi, Ama senang melucu. Dia punya banyak cerita konyol yang membuat teman-teman sekelasnya tertawa. Yang berbeda adalah hobi Ama yang sedikit ekstrem yaitu beladiri. Sementara Yuka lebih suka bermusik.
Selasa ini, merupakan hari pertama Yuka mengikuti les piano di luar sekolah. Wajar jika Yuka sedikit grogi. Tapi rasa grogi Yuka berkurang ketika tiba-tiba melihat Ama juga hadir di ruang les.
“Am, akhirnya kamu ambil les piano juga?” Yuka bertanya keheranan.
Tapi Ama diam saja. Tersenyum pun tidak. Wah,jangan-jangan Ama tersinggung dengan pertanyaan Yuka. Sayang, les segera dimulai. Jadi Yuka tidak sempat berbincang banyak. Saat pulang, Ama juga tidak berpamitan dengan Yuka.
Pada les piano di minggu berikutnya, Ama tetap jadi sosok pendiam.Padahal, Yuka tidak henti-hentinya mengajak Ama mengobrol. Yuka juga memuji penampilan Ama yang lebih cantik. Setiap datang les, rambut Ama yang lurus selalu terurai rapi. Tak ketinggalan bando atau jepit rambut warna warni. Tapi Ama terlihat enggan bergaul. Ama lebih suka menyendiri, membaca buku-buku musik.
Namun, jika bertemu di sekolah. Ama berubah riang seperti biasa. Herannya lagi, Ama dengan senang hati membantu Yuka menyelesaikan tugas membuat mading meski Ama tidak termasuk tim mading kelas.
“Am, kamu nggak sakit kan,” Yuka menempelkan punggung tangannya ke dahi Yuka.
“Aku sehat kok,” Ama menepis tangan Yuka.
“Tapi kalau ketemu di tempat les. Kamu sedikit ehmm maaf ya…sombong,”ujar Yuka terus terang.
“Les? Kapan kita pernah les bareng?Udah ah. Jangan ngaco. PR kita masih banyak nih,”kata Ama serius. Yuka cuma bisa diam dan bertanya-tanya dalam hati
Teka-teki sifat Ama yang mudah berubah,lama-lama membuat Yuka sebal. Terakhir, Ama bahkan tidak mau diajak mengobrol sama sekali ketika di tempat les. Hubungan Yuka dan Ama yang tadinya akrab, kini mulai merenggang juga saat di sekolah.

***
Kalau tidak dipaksa mama, mungkin Yuka tidak berangkat les di minggu ketiga bulan ini. Yuka bukannya tidak suka main piano, tapi dia malas bertemu Ama yang aneh. Sayang, sebentar lagi akan ada pertunjukan penting. Mau tidak mau, Yuka harus berlatih.
“Oh, Yuka ternyata les di tempat ini juga?” suara Ama tiba-tiba mengejutkan Yuka. Yuka yang sedang asyik memencet tuts piano langsung menoleh ke belakang.
“Eh lihat adikku nggak. Adikku les disini lho. Ini dompetnya ketinggalan, jadi aku antar ke sini,” cerocos Ama sebelum Yuka sempat membuka mulutnya.
Tak lama kemudian, seseorang yang sangat mirip dengan Ama berlari menghampiri Yuka dan Ama. Wow, Yuka sampai tak sadar kalau mulutnya dari tadi menganga. Ama ada dua, eh maksud Yuka, punya saudara kembar. Nyaris sulit dibedakan. Mereka cuma berbeda penampilan. Ama cenderung tomboy dibanding adiknya.
“Ini Rahmi adikku. Panggilannya Ami. Maaf, aku lupa cerita ya sama Yuka. Habis kami sempat pisah lama. Dia baru pulang dari Australia ikut Papa yang tugas di sana. Bahasa Indonesianya juga belum begitu lancar. Sementara masih ikut home schoolling di rumah, “terang Ama panjang lebar.
Yuka hanya bisa menganggguk-angguk kecil. Malu juga rasanya sudah menuduh Ama aneh. Harusnya Yuka lebih sering bertanya dan mencari tahu pada Ama sebelum mengira yang macam-macam.
“Sekarang tahu kan, kenapa Ami dan Ama berbeda? Coba kalau aku nggak ke sini. Kayaknya Yuka bakal penasaran sampe mati ya hahahaa,” ledek Ama sambil tertawa. Yuka juga tertawa geli dengan kejadian unik yang dialaminya sekarang. Sedangkan Ami, ikut tersenyum bersama mereka.

oya kalau ini cerpenku yang terdahulu waktu bulan ramadhan. aku lebih suka yang ini…mungkin karena lebih mengena di hati

Baju Lebaran Hana

Nama adikku, Hana. Usianya baru lima tahun. Tapi, Subhanallah jalan berpikirnya lebih dewasa dibanding umurnya. Mungkin karena kami anak yatim jadi terbiasa mandiri. Ayah meninggal tiga tahun lalu karena sakit. Sekarang di rumah mungil ini tinggal tersisa ibu, Hana dan aku. Hidup kami sangat sederhana. Ibu cuma pedagang kecil di pasar ikan. Tapi kami bersyukur masih bisa makan dan sekolah.
Akhir-akhir ini, aku risau memikirkan Hana. Mungkin karena lebaran semakin dekat. Apalagi kalau bukan tradisi memakai baju baru? Sejak ayah meninggal, tak ada lagi jatah baju baru untukku dan Hana. Kata ibu, baju-bajuku yang dulu juga masih layak dipakai. Kalau ada sedikit sisa uang, ibu menabungnya untuk keperluan sekolah. Anehnya, Hana tidak pernah protes. Tapi aku yang sebal. Aku tidak terima kalau Hana mulai diejek teman-teman TKnya gara-gara tak membeli baju baru.
“Namanya juga anak kecil. Masa omongan anak kecil dipikirin, Hilwa?”tanya ibu setiap aku berkeluh kesah.
Tapi melihat Hana yang rajin berpuasa, shalat dan mengaji, rasanya tak tega kalau tidak memberinya hadiah spesial di hari lebaran. Pikiran itu membuatku bertekad melakukan sesuatu. Oh ya, meskipun usiaku masih 11 tahun, aku pasti bisa membelikan Hana baju baru. Tapi kalau mengandalkan celengan kodokku, rasanya tidak mungkin cukup. Jadi, sepuluh hari menjelang Idul Fitri, aku benar-benar memeras otak untuk mengumpulkan uang.
Suatu sore, aku melihat Hana sedang asyik bermain masak-masakan dengan dua orang temannya di halaman rumah kami. Tiba-tiba obrolan masak memasak mereka beralih ke soal baju lebaran. Huh, ingin rasanya menghentikan percakapan mereka. Kasihan Hana.
“Eh bajumu warna apa? Aku biru dong. Ada pita sama rendanya, bagus deh” bisik Uki, teman Hana yang berbadan ceking.
“Bajuku warnanya merah. Ada kalung bonekanya lho..”balas Vita.
Sementara Uki dan Vita saling memamerkan baju mereka, Hana diam. Hana seperti tidak terganggu dengan ucapan kedua temannya. Tangannya masih asyik merajang daun mangkokan dengan pisau dapur.
“Hana bajunya kayak apa? Ada rendanya? Ada pitanya? Ada kalung bonekanya?” desak Uki dan Vita bergantian. Namun, Hana cuma menggeleng sambil tersenyum. Uki dan Vita sepertinya penasaran sehingga terus melontarkan pertanyaan itu berulang-ulang.
“Pakai baju lebaran kemarin aja. Kan masih bagus,” ucap Hana santai.
Tak tahan melihat itu, aku bergegas mengayuh sepeda miniku pergi ke rumah seorang teman. Hampir seminggu ini aku mencari uang dengan cara mengerjakan PR teman-teman. Kalau selama ini gratis, sekarang aku minta bayaran. Kebetulan, teman-temanku sebagian besar anak orang kaya yang uang sakunya besar. Aku sendiri memang jago matematika dan IPA. Dua mata pelajaran yang banyak dibenci mereka. Selain mengerjakan PR teman, aku juga ikut bantu-bantu membuat topi dari anyaman pandan kering di rumah tetanggaku, bu Rusminah. Pokoknya aku melakukan apa saja supaya mendapat upah.
Sayang, uang yang kukumpulkan dengan susah payah itu hilang bersama dompet kecil yang ku taruh disaku celana panjangku. Ya, hilang ditengah perjalanan saat menuju ke pasar tradisional untuk mencari baju lebaran Hana. Ternyata saku celanaku robek tanpa kusadari. Meski sudah kucari bolak-balik sepanjang perjalanan, tapi tetap tidak ditemukan.
Aku pun pulang ke rumah dengan tubuh yang lemas dan banjir air mata. Melihatku menangis, ibu jadi penasaran. Akhirnya aku menceritakan kegiatanku kabur dari rumah setiap sore untuk mencari uang tambahan. Meski terkejut, ibu tidak marah. Tak disangka-sangka ibu menyodorkan dua bungkusan kado berwarna kuning gading.
“Ini ada kiriman paket dari Budhe Ayu buat Hilwa dan Hana. Isinya baju lebaran. Budhe bilang baru tahun ini ada rejeki untuk membelikan kalian baju. Hilwa boleh senang, tapi juga harus ingat satu hal. Hilwa harus lebih baik dan solehah, ya?” pesan ibu.
Aku mengangguk sambil menyeka air mata. Aku masih tak percaya kalau Hana akhirnya punya baju baru. Dan aku juga. Pada saat yang bersamaan Hana masuk ke dalam kamar dan langsung memelukku. Hana bilang, dia kangen padaku karena sudah lama tidak mengajaknya main bersama. Hana bahkan tidak begitu memperdulikan bungkusan kado berisi baju lebaran dari budhe Ayu. Ah, Hana memang adikku yang baik. Aku justru belajar sabar darinya dan makin sayang padanya. (*)

memanggilmu…

rindu..
padamu…
seperti jiwa yang lama tak ditinggali
berdebu dan hampa
meski aku bersama seseorang yang melimpahiku kasih sayang
tapi rindu ini berbeda
tidak dipaksa
ini tertuju padamu
sudah kubelokkan untuknya
tapi tetap tak bisa
apakah disana kau juga
apa malammu tetap sama
apa suaraku masih tersimpan

kau..
yang lama tak menyapaku 😦
aku memanggilmu
nyaris putus asa
ah aku tahu ini adalah perbuatan dosa
aku tidak mau berdosa
aku sedang berusaha melenyapkannya
tapi khusus malam ini
biarkan, aku memanggilmu
terakhir kali..
kuharap begtu..
benciku mengabur
terkubur
yang ada tinggal keikhlasan untuk melepas segala yang pernah terjadi antara kita…

kebun hati

kaligua moment

yang namanya kebun itu penuh dengan bunga (mirip lagu) tapi ada dedaunan hijau tentu saja. sejuk. dihiasi beberapa kupu-kupu yang beterbangan. buah-buah ranum yang menggelayut manja dipohon minta dipetik. mungkin juga loncatan-loncatan dari burung kecil yang hinggap di dahan-dahan dan ranting. Betapa indahnya membayangkan suasana itu. jika suasana kebun dpindakan ke hati bagaimana rasanya?apakah sama indah.ho ho belum tentu, sayang….

sebab, hati juga punya suasana sendiri. tapi soal penggambaran indanya ya mungkin bisa mirip. pernah dengar istilah hati berbunga-bunga atau bagai digelitik ribuan kupu-kupu kan? ya begitulah hati jika sedang dalam proses mencari pasangan jiwanya. ayo dong temukan pasangan tulang rusukmu, guys! hehe

foto ini sekedar deskripsi taman yang indah itu.sementara model di dalamnya sebenarnya hanya model yang sudah sama2 merasakan indahnya kebun tapi belum mau beranjak menuju ke kebun itu.mereka masih senang ditempatnya masing-masing. yah,mungkin karena sebelumnya sudah punya kebun masing-masing mungkin.jadi masih belum terbiasa dengan kebun yang baru hehe.trus apa dong namanya? ya biarlah waktu juga yang berbicara. manusia hanya sekedar menjalani. Begitu saja..OK?

spesial thx for my jicco. dont be angry if i’ve write this note 🙂

Siapapun dia, yah…aku kehilangan

Paling sulit berkata jujur. Jujur bisa berarti mengakui kebenaran. Tapi, jujur seringkali menimbulkan perasaan merendahkan martabat atau terhina. padahal itu hanya permainan di wilayah angan-angan kita saja. berkata jujur kenyataannya sangat membantu meringankan beban. Lalu apa yang membuat hati yang berdesakan karena dan atas nama rasa sakit ini supaya sedikit melonggarkan keadaan gelisahnya? mungkin dengan berkata jujur, aku bisa lebih tegar. memandang dunia yang tadinya serupa bola panas menjadi lebih dingin meski belum sekali.

sederhana, tentang yang ingin kuungkapkan. aku…begitu kehilangan yah kehilangan. siapapun dia, bersama baik dan buruknya, adalah kisah.memberi warna yang berbeda.bahkan yang belum pernah kulihat sama sekali. tapi inilah kehidupan. yang ditumbuhi jalan-jalan. jalan mana yang terpilh…ada zat yang kasat mata yang telah mengatur semuanya.

baiklah, awalnya aku sangat menolak perasaan ini. seperti fenomena -tidak mungkin anjing menarik perhatian kucing-.karena mereka kerap bermusuhan. nyatanya, ketika mereka terpisah, ada yang hilang bersama perpisahan itu. entah apa?

tapi waktu adalah penyembuh terbaik, kehilangan itu mutlak tapi perasaan “hilang” tidak. kelak, akan diganti oleh peristiwa, persepsi, suasana yang baru, segalanya baru. jangan terlalu tergantung pada orang lain. itu yang penting dipelajari saat kehilangan. karena saat terlalu terikat pada penopang yang rapuh, ketika kerapuhannya melapukkan dan ambruk. kitapun ambruk…semoga kehilangan ini menjewer kepribadian getasku.semoga….Amin..

Alasan untuk Menyakiti Hati

hi dearest diary, sepotong jiwa tak mampuku mau menulis di badanmu.oke?

dibuka dengan sebait lagu jadul milik Paramitha Rusady:
kelihatan jelas tandanya
kita ini semakin jauhnya
selalu saja mencari
alasan tuk menyakiti hati

Siapapun orangnya yang sepaket dengan status hubungannya pernah saling menyakiti.bahkan belakangan, senang mengarang-karang alasan untuk menyakiti hati. menyakiti jadi sebuah sarana pelampiasan yang indah mungkin, supaya hubungan lebih langgeng, menguji kedewasaan, atau memang sedang dilanda cemburu yang luar biasa sampai tidak sadar ketika melakukannya.